Selasa, 31 Juli 2018

Yang Berlalu (Story 12)

Suatu Malam Di Jogja

Indahnya jogja dilengkapi dengan orang yang spesial. kami liburan berenam (tiga pasangan). Kami ke Candi Borobudur, Prambanan, pantai, dan menghabiskan malam di alun-alun Jogja ditemani alunan musik kroncong. Semua tawamu dan kebersamaan kita takan terlupan. Aku ingat pasti pantai yang kau lempar ke arahku bersama tawamu. Aku ingat kita hanya berdiam diri melihat senja tanpa berkata sepata katapun, disana kumerasakan senyummu begitu hangat buatku.
Kita menginap di dekat candi prambanan. Pagi hari ku duduk di depan kamar sambil menikmati secangkir kopi kulihat dirimu di ujungs ana yang sedang menguncir rambut dan senyum kepadaku lalu kembali kedalam kamar. 3 hari di Jogja begitu sebentar kurasakan dan takan pernah kulupakan tawa dan senyum mu itu.

Sepekan sebelum ke Jogja. Bandung, Rabu xx september 2015. malam itu kita putuskan untuk tidak bersama lagi, tanpa ada alasan, tanpa ada keributan dan tanpa masalah kita putuskan untuk berakhir. Sepekan sebelumnya kami merencanakan untuk liburan di jogja bersama 4 teman kami, sudah kami susun rencan, "nanti kita kesini ya, kepantai ini ya, pulang beli ini ya nanti."
Sekarang kita menjadi teman baik meskipun senyummu bukan untukku lagi.

Senin, 30 Juli 2018

Cerita Pukus (Story 11)

“Mana alamat rumahmu? Kamu sampai hari ke berapa di rumah lebaran besok? Aku mau datang ke rumah”, katanya.

Ah. Aku sudah cukup sering membaca pertanyaan semacam ini. Dan pernyataan seperti ini. Paling paling seperti yang sudah-sudah. Hanya akan jadi sekedar pertanyaan dan pernyataan. Pada kenyataannya, tidak pernah ada yg cukup punya nyali untuk menghadap bapakku. Kujawab saja alamat rumahku di mana. Tanpa pikir panjang. Toh, nggak akan disamperin juga. Apalagi rumahnya di Jawa Timur dan Purworejo cukup jauh dari Jawa Timur. Dan hari ke sekian lebaran itu tentu terlalu sayang untuk dilewatkan tidak bersama keluarga. Maka alamat kutuliskan saja. Hanya menuliskannya saja kan? Toh tidak akan terjadi apa apa.

Lebaran pun tiba.
Hari berganti hari menjadi hari ke sekian lebaran

“Aku mungkin sampai sana hampir maghrib ya. Macet banget soalnya.”

Hah? Aku kaget. Dia benar-benar datang ke rumahku? Dari Jawa Timur? Di h+sedikit lebaran? Serela itu? Sendiri? Sepunya nyali itu?

Ya. Serela itu. Sepunya nyali itu.

***

Juli 2015, menjadi sebuah lebaran yang berbeda dengan hadirnya tamu yg tak terduga. Tamu laki-laki.  Laki-laki dengan kepercayaan diri tertinggi yang pernah aku temui. Yang rela mendedikasikan hari kesekian lebaranya untuk beranjak dari Jawa Timur ke Purworejo.

Laki-laki yang kemudian mampu meruntuhkan tembok underestimateku atas orang yg bertanya di mana alamat rumahku. Laki-laki yg kemudian membuat pertanyaan di mana rumah dan pernyataan akan datang ke rumah tidak lagi kuanggap sekedar angin lalu, sejak saat itu.

Meski pada akhirnya, ketika aku bertemu dengan hal serupa, sampai saat ini, ternyata belum ada yg bisa  menandinginya. Yang mampu bertanya sekali lalu tanpa banyak basa-basi tiba-tiba sudah di depan orangtua untuk silaturahmi.

Dia memang luar biasa. Percaya diri. Dependable. Dapat diandalkan. Punya mimpi mimpi yang tinggi dan memang berani bekerja keras untuk mewujudkannya. Dia bukan orang biasa biasa saja dengan mimpi biasa biasa saja. Ibarat kalau aku berpikir bagaimana mencari 10 juta sebulan, dia berpikir bagaimana mencari 100 juta. Aku berpikir bagaimana agar bisa direkrut HRD. Dia berpikir bagaimana agar bisa merekrut HRD. Aku berusaha diterima di suatu perusahaan. Dia bertekad membangun perusahaan. Dan aku tahu itu bukan bualan. Tentu saja, dia pernah benar-benar mewujudkannya, meski PT yg dia dirikan segera setelah wisuda itu kemudian collapse dan membuatnya memutuskan untuk mengambil MBA, melenceng dari jurusan sarjananya, sembari dia menyelesaikan pendidikan profesi sesuai pendidikan sarjananya. Aku tidak pernah meragukan keberaniannya untuk bekerja keras dan kegigihannya.

Dia memang punya kapabilitas untuk mewujudkan mimpi mimpi besarnya, didukung dengan pendidikan sarjana-master yang dia peroleh dari perguruan-perguruan tinggi terbaik di Indonesia, didorong melalui karakternya yang optimis, penuh percaya diri, berani bekerja keras, dan pantang menyerah.

Tipe laki-laki idaman mertua? Ah, aku sudah tahu bahkan sebelum dia sampai rumahku, kalau bapakku akan dengan segera jatuh hati padanya begitu dia memperkenalkan dirinya, menceritakan latar belakang dan sepak terjangnya.

Akupun mengagumi kepercayaan dirinya, kegigihannya, pencapaiannya, mimpi mimpi besarnya.
Aku mengakui kehebatannya. Aku meyakini dia tipe calon suami yg mampu memberi lebih dari cukup nafkah lahir bagi istrinya. Dan yang terpenting, aku mengetahui betapa care nya dia padaku yg hanya orang biasa biasa saja dengan mimpi biasa biasa saja.

Sayangnya, dia tidak suka dengan 2 hal dari hal-hal yang paling aku cintai di dunia: dunia maya & tempatku menimba ilmu agama.

Sungguh, aku berterimakasih padanya yang pernah sepeduli itu denganku yg biasa-biasa saja. Aku masih tetap mengagumi & menghormatinya atas kualitas-kualitas duniawinya.

Tapi aku sudah memutuskan, kami hanya bisa berteman saja.

Aku mungkin akan kehilangan orang yang luar biasa tanpa tahu kapan aku bisa menemukan kembali orang seluarbiasa dia. Bapakku mungkin akan kehilangan salah satu orang yg pernah terbesit dalam harapannya, tapi aku sudah memutuskan dan ibuku pasti sependapat dengan keputusanku.

Menikah bukan hanya soal suka sama suka. Bukan hanya soal cinta sama cinta. Bukan hanya soal kagum sama kagum. Bukan hanya soal siap secara finansial. Tapi juga soal kesamaan visi misi, kesamaan pemahaman akan hal hal yang fundamental. Pencapaian dunia penting & berharga. Tapi akidah tetap yang utama.

Teruntuk para lelaki. Siapa sih yang tidak ingin hidup dengan nyaman secara finansial? Terimakasih untuk kalian yg telah mengusahakan & mempersiapkannya dengan baik demi orang orang yg kalian sayang. Tapi lebih dari itu, wanita perlu imam yg mampu membimbingnya untuk bisa menjadi manusia yg lebih baik, lebih bertaqwa, saling berusaha untuk bisa selalu bersama & berbahagia, dunia & akhirat.

Tak Menyatu (Story 10)

Disini aku mau cerita tentang kisah romansa ku yang aman untuk aku ceritakan, terjadi di tahun 2015, yang sesungguhnya berlanjut hingga awal tahun 2017.

Kapankah saat yang tepat untuk jatuh cinta? Awal tahun? Akhir tahun? Tapi jawaban yang paling tepat adalah saat dua orang saling bertemu.

Dua tahun merupakan waktu yang cukup, bahkan berlebih, untuk saling mengenal. Paham kebaikan dan keburukan, kelebihan dan kelemahan, keluarga, masa depan, dan hal hal esensial lain yang membantu dalam suatu hubungan. Namun waktu tersebut yang membuat kami berpikir, disaat dua tahun belum cukup untuk beradaptasi, akankah 6 tahun cukup? Akankah 10 tahun cukup?

***

Dia adalah lelaki yang dapat menarik perhatian banyak wanita. Tinggi, rupawan, cerdas, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Kalau saja dia tidak terlihat terlalu serius, mungkin dia bisa menjadi salah satu idola di kampus kita. Sedangkan aku? Wanita tomboy berbadan tinggi besar yang tidak memiliki daya tarik fisik. Itu adalah tahun pertama kita di kampus dan kita sudah menjadi salah satu aktivis organisasi kampus, walau organisasi kita berbeda tetapi kolaborasi fungsionil yang menyatukan dua orang ini.

Setiap hari sabtu dan minggu aku yang membutuhkan wifi selalu bergerak menuju kampus. Dengan memanfaatkan ruangan organisasi yang tersedia, ketenangan yang didapatkan sama seperti berada di kamar kos sendiri, dengan kunjungan beberapa orang sewaktu-waktu. Ia datang melewati ruanganku dan mengintip serta memberikan senyum manisnya yang polos. Aku membalasnya dengan senyum penuh dengan arti, artinya "pergilah kamu jangan ganggu aku, aku mau nonton anime dengan tenang." kupikir ia menerima arti senyum ku, ternyata tidak. Ia justru masuk dan duduk disebelahku dengan wajah tertarik.

"ngapain kamu hari minggu gini ke kampus?" katanya. Dalam hati rasanya ingin menyuruh nya untuk melihat saja ke monitor laptop ku. Tetapi fokusnya beralih ke buku anatomi yang mencuat dari dalam tas ku. "ooh kamu belajar Ri? Kalau kamu mau belajar ajak ajak dong, aku pengen belajar bareng nih..."

"Ngga Do, aku lagi nonton anime. Itu tas kuliah aja aku bawa, males keluarin buku." Tapi kalimat itu seakan tidak dihiraukan olehnya. Keesokan harinya di ruang kelas ia mulai duduk disebelahku dan mulai memaksaku untuk mengajaknya belajar bersama di ruang organisasi tersebut. Akhirnya aku lelah menolaknya dan berkata padanya "Kalau kamu mau ke kampus, aku selalu ke kampus kok tiap hari sabtu minggu juga. Nanti kalau aku lagi mood, kita belajar."

Namun bukan pelajaran lah yang utamanya kita bahas di ruangan kecil berukuran 3x3 meter tersebut. Kami membahas segala hal, mulai dari hal kecil seperti makanan kesukaan dan tentang masing-masing, sampai hal besar seperti konspirasi wahyudi yang baru ia tonton di situs video gratis youtube. Lama kelamaan ia mulai berbicara tentang rencana masa depan, jangka pendek selain acara organisasi, jangka menengah seperti nantinya setelah lulus dokter apa yang akan aku lakukan, dan jangka panjang seperti pembuatan rumah sakit milik berdua. Beberapa kali ia menanyakan tentang rencana menjalin kasih dan menikah. Namun aku yang pura-pura tidak peka seakan menolaknya mentah-mentah.

Seperti kata peribahasa Jawa, witing tresno jalaran soko kulino. Cinta tumbuh karena terbiasa. Aku terbiasa mendapati dirinya menemani langkahku bahkan di hari biasa. Kita memang satu kelas dan memiliki lokasi duduk berdekatan (atau dia yang mendekat) yang cukup strategis untuk selalu bersama, ia datang ke ruangan organisasi setiap kali aku disana, dan minta maaf untuk tidak datang apabila berhalangan. Ia menjadi bagian dariku selama rentang waktu yang cukup  untuk menumbuhkan rasa cinta di hati. Mereka anggap kita pacaran, nyatanya tidak. Kita seakan menahan perasaan masing-masing dari diri satunya sehingga perasaan itu jangan sampai terdeteksi oleh dia dan aku, walau harus meluber ke orang yang ada disekitar kita.

Ditengah pertemanan kita, bapak kandung dia terlebih dahulu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Ia pun pulang ke jakarta dan aku yang memang punya jadwal pulang ke jakarta datang ke rumah duka untuk memberikan uang duka yang dikumpulkan oleh teman teman seangkatan. Yaa, bertemu keluarganya pada saat itu bukan merupakan waktu yang tepat tetapi juga tidak salah. Sekembalinya kita ke surabaya, ia meminta tolong untuk pembuatan akta jual beli. Singkat cerita, ia datang ke rumahku pada liburan selanjutnya untuk menemui bapakku. Bukan dalam hal yang seperti kalian kira, ia datang untuk akta. Tapi cukup lah kalimat 'Do liburan lalu datang ke jakarta untuk menemui bapakku' menjadi pemanis yang dapat membuat kita berdua saling tersenyum malu.

Layaknya sepasang kekasih, kami juga sering bertengkar. Tidak masuk akal dan kekanakan, tetapi lucu untuk diceritakan. Suatu saat aku menginginkan dia tetap di ruang organisasi, dan dia ingin pulang tanpa alasan yang jelas, dengan childish nya aku pakai tas ransel nya dan tidak mau mengembalikannya. Akhirnya sepeda ontel ku yang menemaniku untuk ke kampus setiap hari ia kempesin dan dia pulang tanpa membawa tas nya. Sungguh kekanakan, akupun demikian.

Namun semakin kita saling mengenal, semakin kita merasa bawa kita tidak cocok menjadi sepasang kekasih. Ia yang memiliki sebuah sifat yang tidak bisa aku tolerir, dan aku yang sampai akhir pun masih kesulitan untuk jujur dan percaya bahkan kepadanya. Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk mencari yang baru, dan menyarankan hal yang sama untuk dirinya. Sempat beberapa kali ia selalu berusaha untuk 'menyadarkan' diri ini bahwa lelaki tersebut tidak cocok untukku, dan aku bersikeras utamanya agar aku tidak kembali padanya.

Namun apalah daya, cinta sudah lewat. Aku dan dirinya berpisah sebelum kami sempat bersatu. Kini kami adalah dua sahabat yang dulu pernah ada rasa. Kadang aku sering berpikir mungkin kita akan bersama seandainya kita tidak bertemu secepat ini. Dia sekarang sudah punya pacar dan aku sudah membuka mata ku ke dunia yang lebih luas lagi. Pada akhirnya mereka yang hinggap tidak berpikir mantap, dan mereka yang sudah mantap akan menetap.


Gadis Cilik (Story 9)

Di suatu masa, hiduplah seorang gadis cilik yang memiliki imajinasi tinggi akan cinta. Dia hanya mampu membayangkan 'Apa Itu Cinta' karena belum pernah merasakannya sendiri. Sekian banyak makhluk berjenis kelamin lelaki di sekitarnya, belum ada yang menarik hatinya lebih dari kalimat, 'Ah, dia tampan." Ketampanan lelaki di sekitarnya hanya mampu menggelitik ujung-ujung bibir gadis cilik ini untuk tersenyum, tak mampu membangunkan kepompong di dalam hatinya untuk kemudian bermetamorfosa menjadi kupu-kupu yang berterbangan di dalam tubuh sang gadis.

Gadis cilik ini memiliki kemampuan bahasa inggris yang rendah. Orang tuanya membujuknya mengikuti kursus bahasa. Saat itulah semua berubah. Dunia gadis cilik yang semula hanya berwarna hitam dan putih berubah dengan munculnya sang Pangeran yang sedang bermain sepak bola dengan kawan-kawannya di dekat tempat kursus gadis cilik. Dia melihat ada secercah cahaya muncul di wajah sang Pangeran, dan kemudian kepompong dalam hatinya bermetamorfosa. Hanya seperti itu saja, sekejap itu.

Melalui bantuan dari beberapa sahabatnya, dia dipertemukan dengan sang Pangeran. Jauh sebelum hari pertemuan, gadis cilik ini sudah menyiapkan segalanya. Bagaimana dia akan memperkenalkan diri, bagaimana dia akan menyatakan perasaannya saat melihat sang Pangeran, dan juga bagaimana dia akan meminta Pangeran untuk mengenalnya lebih jauh. Namun, rencananya hanya menjadi angan-angan. Di hari mereka bertemu, gadis cilik ini terlalu gugup, untuk menatap mata sang Pangeran saja dia tak sanggup. Hanya seperti itu saja, dan kemudian kupu-kupu itu masih terus berterbangan.

Hingga kemudian sang gadis beranjak remaja, menempuh pendidikan SMA di sekolah yang sama dengan sang Pangeran. Sekali lagi, dia hanya mampu menatap sang Pangeran dari kejauhan, mengaguminya dalam diam, mencintainya dalam angan. Bahkan saat sang gadis menjalani hubungan dengan lelaki lain, kupu-kupu di dalam tubuhnya tak pernah berterbangan untuk lelaki itu. Saat sang gadis menginjak usia 21 tahun, dia masih seperti itu, hanya membayangkan bagaimana jika dia berusaha untuk mendapatkan balasan dari rasa yang dia pendam, tak pernah bernar-benar berusaha.

Kemudian, di tahun berikutnya, sang Pangeran menikah dengan seorang wanita yang luar biasa cantiknya, luar biasa anggunnya, dan luar biasa cerdas.

Gagal (Story 8)

Paska wisuda, akupun berniat serius untuk menjalin hubungan dengan seseorang. Dan seseorang itupun adalah mantanku yang pernah pacaran dari semester 2 - semester 4 lalu putus karena jarak (LDR). Namanya Daisy, dia adalah adik kelasku SMA. Dia solehah, pinter, dan tentu yang paling aku suka, dia itu aktifis di sekolah. Singkat cerita setelah wisuda aku ikut beberapa kali job fair di jawa timur. Dan saat itu pas ada job fair di Malang (Daisy kuliah di FEB UM). Disitu kami akhirnya ketemu lagi dan balikan.

Dia yang saat itu jauh sangat berbeda dari saat pertama kali pacaran. Dia menjadi sangat solehah dan aktivis hebat di kampus. Berbeda sekali dari saat pertama pacaran yang hampir setiap 3 jam ada SMS darinya. Kamipun memilih untuk menjaga jarak di dalam hubungan itu dengan jarang ketemu, di saat ketemu pun menjaga jarak, tak ada skinship sama sekali dan gak pernah pacaran kecuali di rumahnya. Hal itu kami lakukan selama dua tahun sampai dia wisuda dan bekerja di Malang tanpa ada masalah.

Hubungan kami semakin serius, bahkan di lebaran tahun kedua, aku membawa orang tuaku ke rumahnya karena bapaknya Daisy yang kerja di Medan pulang. Hal hal indah dan optimis pun menjadi bumbu manis di setiap hari setelah itu. Namun hal itu lenyap ketika suatu hari dia sakit Demam Berdarah. Saat itu aku belum mendapat cuti tahunan karena baru saja pindah tempat kerja. Disitu saya berada di kondisi yang tidak bisa meninggalkan pekerjaan untuk melakukan perjalanan ke Malang. Akupun hanya menghubunginya via telpon.

Ternyata efeknya, bapaknya merasa kecewa karena dia ternyata berharap aku seharusnya sering sering ketemu dan menjaga Daisy di Malang. Katanya saya lebih mementingkan uang daripada cintanya. Padahal kami sebenarnya sedang menjaga jarak dan pekerjaanku pun susah untuk ditinggalkan. Dan 3 bulan kemudian aku dikabari sebuah berita yang nyesek banget. Daisy menikah dengan teman SMPnya dulu yang kebetulan kerja di Malang dan ada di saat dia sakit. Dan akupun hanya bisa gigit jari.

Cintaku, MIIW (Story 7)

Ini adalah sebuah kisah yang ingin saya bagikan dengan kalian, tentang aku dan dia, terpisahkan oleh jarak, percaya karena keyakinan, terbatas oleh waktu, dengan rindu yang saling berbalas.
Percayakah kalian jika dunia maya mempertemukan 2 insan? Percayakah kalian jika kebencian menyiratkan kasih sayang? Biar kalian nikmati secuil pilu tulisan tentang kami. Yang banyak, biar aku dan dia yang simpan, dengan Tuhan sebagai saksinya.
Werewolf MIIW, 1 tahun silam.
Aku yang membencimu karena lebih dipercaya mereka sehingga lebih mudah menang game. Kamu yang membenciku karena selalu ingin mati agar tak bisa survive ditiap game.
Werewolf MIIW setengah tahun silam.
Maaf, aku pergi, aku titipkan grup ini padamu, aku hanya ingin istirahat dari ketidakadilan pengurus grup ini.
Tapi, kenapa obrolan kita tak pernah putus? Saat itu aku yakin, ada benih rasa yang tumbuh, antara aku dan kamu.
Intens, berbalas pesan hingga panggilan jarak jauh kita lalui. Aku yang menyukaimu tanpa ingin mereka tahu, kamu yang selalu membalas rinduku lewat doa. Aku dan kamu yang selalu menikmati pilu tanpa ingin mereka tahu.
Werewolf MIIW saat ini.
Untuk kamu yang telah mengambil langkah, aku percaya rinduku masih terbalas.
Untuk kamu, bahagia mu adalah aku.
Untuk kamu, selamanya.
Untuk kamu, Sty.

Cinta SMP (Story 6)

Ya aku mau cerita,  ini cerita pas masih jaman-jaman aku SMP alay sih sekalipun sampai sekarang pun sama, aku masih alay.
Jadi waktu itu karenaaku kelas unggulan jarang banget yang namanya anak kelas reguler lainnya,  akhirnya singkat cerita ada anak kelas reguler deketin aku lewat facebook.  Sekian lama chat-chatan akhirnya dia ngomong "mau gak jadi pacarku?"  Aku bilang aku nggak mau pacaran. Terus akhirnya dia ngomong "Kalau kamu nggak mau nerima aku,  aku tembak kamu di depan kelas,"  Karena takut malu akhirnya aku iyain.  Tapi aku kasih syarat gitu "kamu pacaran sama aku,  nggak usah bilang siapa-siapa." Setelah masa-masa jadian itu, dia sering banget ke kelasku.  Terus dia selalu cerita ke temen-temennya "aku punya pacar anak kelas B,  tinggalnya di daerah X." FYI yang anak kelas B dan tinggal di daerah X itu cuma aku. Heran gitu punya cowo gobloknya sampe ke DNA,  ngak lama kemudian libur semester dia liburan ke bali buat ketemu mamah ayahnya. Terus tiba-tiba kita lost contact,  dan anehnya disitu masa-masa aku mulai sayang dia.  Bayangin kayak punya hubungan tapi di antung gitu, akhirnya karena aku juga udah sayang.  Kita sering pacaran di belakang koperasi sekolah. Cuma sekedar ngobrol nggak jelas. Akhirnya dia nggak ada kabar lagi dan nggak ada kata putus kita berpisah. Berjalannya waktu aku agak jengkel gitu loh,  karena aku dulu sempet tukar id fb sama dia akhirnya aku bobol fb-nya. Aku ngerti dia chat-an sama siapa aja,  sengaja aku bales-balesin chat-chatan pdkt-an mereka.  Aku ngelakuinnya sampai berkali-kali sih,  terakhir ku lihat dia ganti akun.  Udah gitu aja.